Sirath al-Mustaqim: Jalan Lurus di Dunia atau Jembatan di Akhirat?
Sirath al-Mustaqim dan Akhirat: Perjalanan Batin yang Sudah Dimulai di Dunia
Dalam Islam, ada dua konsep penting yang sering dianggap terpisah, padahal jika ditelusuri lebih dalam, keduanya sangat berkaitan erat. Yang pertama adalah Sirath al-Mustaqim — jalan yang lurus yang selalu kita minta dalam shalat, dan yang kedua adalah akhirat — kehidupan setelah mati yang sering dipahami sebagai realitas di luar diri kita.
Namun, tahukah kita bahwa Sirath al-Mustaqim bukan hanya jembatan di akhirat, tetapi juga perjalanan lahir batin di dunia? Dan lebih dari itu, akhirat sendiri bukan hanya tempat di luar sana, melainkan juga realitas yang tersembunyi dalam diri manusia?
Sirath al-Mustaqim: Jalan Spiritual di Dunia atau Jembatan di Akhirat?
Ketika kita membaca Surah Al-Fatihah, ada satu doa yang selalu kita ulang dalam setiap rakaat shalat:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
"Tunjukkanlah kami jalan yang lurus." (QS. Al-Fatihah: 6)
Jika Sirath al-Mustaqim hanya sebuah jembatan di akhirat, mengapa kita diminta untuk memohonnya setiap hari dalam shalat? Bukankah lebih masuk akal jika jalan yang lurus itu adalah sesuatu yang harus kita lalui sejak di dunia? Karena ketika manusia telah meninggal dunia maka tidak ada lagi petunjuk apapun melainkan mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya selama hidup didunia.
Sirath: Jembatan atau Jalan Kehidupan?
Dalam tafsir zahir, Sirath al-Mustaqim sering dipahami sebagai jembatan yang terbentang di atas neraka. Namun, dalam perspektif tasawuf, Sirath bukanlah sekadar jembatan fisik di akhirat yang banyak orang bilang seperti satu helai rambut dibelah menjadi tujuh, dalil tersebut hanya menggambarkan bahwa menempuh jalan lurus selama di dunia itu rasanya sangat amat sulit sehingga manusia mustahil mampu melaluinya yang dimana kesulitan tersebut di lambangkan seperti berjalan di atas sehelai rambut yang di belah menjadi 7, yang dimana bagian tersulit itu terdapat dalam perjalanan batin berupa akal dan perasangka yang di tuntut harus dalam keadaan bersih dari segala sifat buruk dan tercela harus dilalui manusia saat masih hidup di dunia.
Imam Al-Ghazali berkata dalam Ihya Ulumuddin:
"Shirath di akhirat hanyalah bayangan dari shirath di dunia. Barang siapa meniti jalan yang lurus dalam hidupnya, ia akan melewati shirath akhirat dengan mudah."
Akhirat: Apakah Ada di Dalam Diri Manusia?
Sekarang kita masuk ke pertanyaan yang lebih dalam: Apakah akhirat benar-benar sebuah tempat di luar sana, ataukah ia sebenarnya tersembunyi dalam diri manusia?
Dalil bahwa Akhirat adalah Dimensi Batin
Dalam QS. Az-Zalzalah: 7-8, Allah berfirman:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
"Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya)." (QS. Az-Zalzalah: 7-8)
Perhatikan kata "yarahu" (melihatnya)—ayat ini tidak mengatakan bahwa balasan itu hanya ada di akhirat, tetapi manusia sudah bisa melihatnya, merasakannya, bahkan di dunia ini.
Dalam ayat tersebut Allah tidak menjelaskan secara spesifik balasan mana yang Allah maksud, dunia ataukah akhirat? Namun tidak menutup kemungkinan Allah mengizinkan hambanya yang terpilih untuk mampu melihat balasan tersebut yang berkaitan dengan akhirat.
Jika yang mampu melihat balasan hanya para nabi dan rasull lalu bagaimana dengan Sayyidina Ali r.a yang mampu mendengar Sayyidina Umar bin Khattab langsung dari alam kubur ketika Sayyidina Umar berdebat dengan malaikat Munkar dan Nakir selepas kematiannya? Padahal sayyidina Ali r.a. bukanlah seorang nabi ataupun rasull.
Hubungan Sirath al-Mustaqim dan Akhirat dalam Diri Manusia
Dari penjelasan di atas, kita bisa memahami bahwa Sirath al-Mustaqim dan akhirat saling berkaitan erat:
- Sirath al-Mustaqim bukanlah hanya jembatan di akhirat yang kita pikiran selama ini, melainkan jalan spiritual yang harus kita lalui di dunia secara lahir maupun batin.
- Akhirat bukan hanya tempat yang akan datang setelah kematian, akhirat juga bisa disebut kondisi batin yang tersembunyi dalam diri manusia dimana semua alam ada di dalamnya. Seperti surga, neraka, alam kubur, Arsy, Lauhul mahfuz, dan sebagainya. Yang dimana jika saya buka rahasia ini dengan dalil kuat berdasarakan, Quran, sunnah, hadits, ijma, Qiyas para Alim Ulama tidak akan cukup untuk menuliskannya!
- Orang yang sudah meniti jalan yang lurus (Sirath al-Mustaqim) di dunia, ia sebenarnya sudah berada dalam keadaan surga batiniah.
- Sebaliknya, orang yang menyimpang dari jalan lurus, ia sudah mengalami neraka batin sebelum kematian datang.
Seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi:
"Jangan mencari surga di langit, carilah di dalam hatimu. Jika hatimu bersih, surga ada di dalamnya; jika hatimu kotor, neraka ada di dalamnya."
Kesimpulan: Akhirat Sudah Dimulai Sekarang!
- Sirath al-Mustaqim bukan sekadar jembatan di akhirat, tetapi jalan batin yang harus kita lalui di dunia yaitu zahir melalui perbuatan atau tindakan terpuji secara fisik atau nyata, dan akhirat perbuatan batin yang tidak mempersekutukan Allah dengan mengaku-aku semua kebaikan yang kita peroleh dan kita lakukan itu dari kita sendiri tetapi melainkan dari Allah. Karena ini sejalan dengan kalimah: "Laa hawla wa laa quwwata illa billah" (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kehendak Allah!)
- Akhirat bukan hanya tempat di luar sana, tetapi juga realitas yang tersembunyi dalam diri manusia.
- Surga dan neraka bukan hanya nanti, tetapi bisa dirasakan sejak di dunia, sesuai dengan kondisi hati kita.
- Maka, mari kita mulai meniti Sirath al-Mustaqim sejak sekarang, agar akhirat yang kita rasakan juga menjadi akhirat yang penuh cahaya.
Wallahu a’lam.
Posting Komentar